Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

Pengaruh krisis global meningkat pada tahun depan

Recommended Posts

JAKARTA: Kalangan ekonom menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012 tidak akan terbebas dari imbas krisis global. Gejolak yang mulai terjadi di sektor keuangan pada kuartal ini dikhawatirkan akan merembet ke sektor riil, yang puncaknya bisa terjadi pada paruh kedua tahun depan.

 

Anggito Abimanyu, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada, menilai dampak krisis ekonomi global sudah mulai memengaruhi kinerja perekonomian Indonesia pada saat ini. Hal itu diyakini tercermin pada penurunan net ekspor dan tekanan inflasi yang mulai meningkat akibat pelemahan nilai tukar rupiah, belakangan ini.

 

“Saya perkirakan di kuartal III atau IV 2012 sudah mulai terasa dampaknya [krisis global] ke sektor riil. Kalau sekarang kan baru sektor keuangannya. Lihat saja Bank Indonesia sudah kehilangan US$10 miliar dalam seminggu,” ujarnya ketika dihubungi, Jum'at (14 Oktober 2011).

 

Menurut dia, pengaruh krisis global awalnya akan membuat gejolak di pasar obligasi dan saham domestik. Kemudian merembet ke pembiayaan ekspor yang terganggu, terutama ke kawasan Eropa dan Amerika Serikat, serta ke sektor properti. “Barulah ke sektor riil dan itu akan membuat pertumbuhan ekonomi terkoreksi,” katanya.

 

Dia menilai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,7% di RAPBN 2012 menjadi kurang realistis jika mempertimbangkan semua faktor tersebut. Proyeksi optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan, kata Anggito, hanya sekitar 6,5%. “Koreksi (pertumbuhan ekonomi) yang lebih dalam akan terjadi pada 2013.”

 

Anggito mendorong penyediaan dana cadangan risiko fiskal yang mencukupi sebagai bantalan jika pencapaian target-target makro meleset dari asumsi RAPBN 2012. Terutama untuk menjaga ketahanan pangan jika terjadi masalah terhadap pasokan bahan pangan, seperti beras.

 

Purbaya Yudhi Sadewa, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, mengatakan jika terjadi perlambatan ekonomi di Eropa, bisa dipastikan akan terjadi resesi meski kadarnya tidak separah 2008. Dia mengingkatkan kewaspadaan diperlukan dengan menyiapkan kebijakan mitigasi untuk berjaga-jaga jika resesi global menyeret ekonomi Indonesia ke dalamnya.

 

“Pelambatan ekonomi yang terjadi tahun depan bisa jadi menimbulkan deviasi dari asumsi makro yang sudah ada. Hanya saja, kalau harga minyak sepertinya tidak akan naik tinggi karena faktor pelemahan permintaan, sedangkan nilai tukar bisa saja melemah, meskipun tidak akan tinggi. Untuk lifting minyak relatif datar seperti tahun ini,” tuturnya.

 

Namun, lanjut Purbaya, yang paling dikhawatirkan adalah kemungkinan pembengkakan dari sisi subsidi minyak jika tidak dikendalikan dengan baik. Karenanya perlu dana cadangan risiko fiskal sebagai bantalan jika diperlukan.“Jika mau pemerintah harus benar-benar memberikan stimulus untuk menjaga ekonomi domestik.”

 

Kemarin, Menteri Keuangan Agus D. W. Martowardojo mengungkapkan sejumlah risiko yang menghantui laju perekonomian Indonesia pada 2012. Antara lain, realisasi pertumbuhan ekonomi kemungkinan di bawah target 6,7%, nilai tukar meleset dari target Rp8.800 per dollar AS, dan produksi minyak yang lebih rendah dari 950.000 barel per hari, serta harga minyak mentah Indonesia (ICP) lebih tinggi dari US$90 per barel.

 

“BBM subsidi ternyata lebih besar dari anggaran, lalu listrik ternyata tidak berhasil mendapatkan gas untuk efisiensi, lalu perubahan iklim dan gagal panen sehingga kita harus impor,” paparnya.

 

Dia menuturkan pemerintah mengusulkan agar dana hasil optimalisasi bersih RAPBN 2012 sebesar Rp11,6 triliun digunakan untuk membentuk cadangan risiko fiskal. Dana optimalisasi, katanya, bisa juga digunakan untuk mengurangi defisit mengingat primary balance pemerintah negative atau porsi pinjaman yang ditarik, sebagian masih digunakan untuk membayar bunga utang.

 

Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2012, pemerintah merencanakan penganggaran dana cadangan risiko fiskal sebesar Rp15,8 triliun, meningkat dari posisi APBNP 2011 yang sebesar Rp4,7 triliun. Dokumen tertulis tersebut juga menampilkan kajian sensitivitas neraca keuangan pemerintah jika terjadi deviasi asumsi makro ekonomi.(mmh)

 

 

 

 

 

Powered By WizardRSS.com | Full Text RSS Feed | Amazon Plugin | Settlement Statement

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...