Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Lebay

Sertifikat FSC Malah Jadikan Harga Kayu Lebih Mahal

Recommended Posts

SEKTOR RIIL

Kamis, 22 Agustus 2013 09:49 wib

Iwan Supriyatna - Okezone

PEiU9yyDMR.jpgilustrasi: (foto: Okezone)

JAKARTA - Produk berbasis kayu Indonesia untuk bisa diperdagangkan dan mengakses pasar tidak memerlukan sertifikat dari lembaga Forest Stewardship Council (FSC). Pasalnya, produk kayu Indonesia telah memiliki sertifikasi berbasis Sistem Verfikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang memiliki standar lebih tinggi.

"Kalau sudah memiliki SVLK, sebenarnya tidak perlu lagi sertifikat seperti FSC," ujar Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto, dikutip Kamis (22/8/2013).

Hadi menuturkan, SVLK memiliki standar yang lebih tinggi sebab diterapkan secara wajib bagi seluruh produk kayu dari hulu hingga hilir.

"Ini berbeda dengan skema sertifikasi seperti FSC yang bersifat sukarela. SVLK lebih galak, sebab kalau tidak punya sertifikat itu, tidak bisa ekspor," katanya.

Hadi menambahkan, sertifikat FSC sejauh ini juga belum berhasil memberi harga premium bagi produknya. Pengalaman sejumlah perusahaan produk kayu di Indonesia membuktikan hal itu. Menurut Hadi, FSC memang menjanjikan soal akses pasar, namun hal itu juga bisa dilakukan dengan sertifikat SVLK.

"Apalagi nanti setelah perjanjian kemitraan sukarela antara Indonesia-Uni Eropa ditandatangani, September 2013. Akses pasar produk kayu ber-SVLK akan lebih luas di sana," tutur Hadi.

Hadi menegaskan akuntabilitas dan transparansi SVLK tidak perlu dipertanyakan lagi. Pasalnya, SVLK sejak awal dibangun dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan mulai dari pelaku usaha, pemerintah, akademisi, anggota masyarakat dan organisasi masyarakat sipil.

Keterlibatan seluruh pemangku kepetingan ini bahkan berlanjut hingga saat ini ketika SVLK sudah diberlakukan secara efektif. "SVLK adalah satu-satunya skema sertifikasi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan," ucap Hadi.

Untuk meningkatkan transparansi, semua pihak juga bisa memantau pelaksanaaan SVLK dan bisa menyampaikan tanggapan dan keluhan melalui mekanisme yang disiapkan.

Sementara itu Ketua bidang Hutan Tanaman Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Nana Suparna menyatakan, skema yang dikembangkan FSC sendiri sebenarnya tidak adil bagi Indonesia khususnya untuk produk kayu dari hutan tanaman. Pasalnya, FSC mensyaratkan kawasan hutan tanaman tidak boleh dibangun setelah tahun 1994.

"Di Indonesia hal ini tentu tidak bisa diterapkan karena banyak hutan tanaman justru baru dibangun setelah 1994," tukasnya. (wan) (wdi)

Berita Selengkapnya Klik di Sini [h=4]Berita Terkait: Kayu[/h]

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...