Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Parno

TEKNOLOGI INFORMASI: Pemerintah Diminta Beri Kepastian Regulasi

Recommended Posts

JAKARTA -- Pemerintah diminta memberikan kepastian regulasi dalam penerapan teknologi broadband , tanpa kepastian regulasi akan memicu terhambatnya penetrasi di Indonesia karena kebingungan para pelaku bisnis.

 

 

 

Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) Sylvia Sumarlin mengatakan broadband merupakan tulang punggung komunikasi dan tidak bisa ditunda implementasinya.

 

 

 

Menurut dia, hal penting selain infrastruktur adalah keterjangkauan. Hal itu dapat dipenuhi dengan membangun jaringan broadband wireless untuk mendukung fiber optic.

 

 

 

“Sudah dibuka wimax tapi ternyata deployment-nya lama. Sekarang sudah ganti ke LTE (long term evolution/4G),” ujar dia kepada Bisnis belum lama ini.

 

 

 

Dia menilai tidak berkembangnya wimax terjadi karena jeda regulasi yang lama, sementara harga lisensi juga cukup mahal.

 

 

 

Menurut dia hal itu dapat diatasi seandainya biaya itu dikenakan progresif saat deployment mulai terjadi. “Lisensi mungkin sampai Rp200 miliar. Bayarnya 2009 tapi baru 2012 bisa jalan. Skala delayjadi tinggi,” imbuhnya.

 

 

 

Sylvia menegaskan dari sisi teknologi, wimax cukup menjanjikan. Teknologi itu juga dapat diimplementasikan hybrid dengan LTE.

 

 

 

Menurut dia, pada 2009 pemerintah menerapkan standardisasi wimax yang tidak umum yakni standar padahal internasional sudah menggunakan standar e. Pemerintah, kata dia, baru menetapkan teknologi netral pada 2012.

 

 

 

Dia berharap para pelaku wimax juga diberi kesempatan ikut di teknologi LTE agar bisa berkembang. Jika tidak, maka pelaku wimax bisa saja membatasi layananya karena khawatir tak terserap lantaran sudah muncul teknologi baru seperti LTE.

 

 

 

Menurut dia, penjualan perangkat wimax sejauh ini belum sampai 25 juta unit.

 

 

 

“Saya tidak bilang pemerintah keliru. Saya juga tidak memperjuangkan teknologi tertentu, tapi kepastian dalam regulasi itu perlu. Kalau sekarang mau menyiapkan LTE sebaiknya disiapkan semua lininya,” ujar Sylvia.

 

 

 

Dia mengatakan, di luar negeri kejelasan penerapan teknologi sudah diketahui beberapa tahun sebelumnya sehingga industri dapat mengikuti.

 

 

 

Hal itu, kata dia, belum terjadi di Indonesia saat ini. Akibatnya pelaku industri hanya menjadi pengikut karena perangkat juga dibatasi dari luar negeri.

 

 

 

Executive Director ICT Institute Heru Sutadi mengatakan kondisi geografis Indonesia mensyaratkan penetrasi broadband wireless untuk menunjang fiber optic.

 

 

 

Salah satu teknologi yang perlu segera diimplementasikan adalah LTE, di mana sejumlah operator telekomunikasi sudah siap dengan jaringannya.

 

 

 

Menurut Heru jumlah pengguna Internet di Indonesia terus tumbuh dan harus diimbangi dengan kualitas jaringan yang baik.

 

 

 

“Kalau APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) bilang pengguna Internet Indonesia sampai 60 juta lebih, saya bilang sekarang sudah 120 juta. Itu karena pengguna smartphone sudah banyak sekali,” ujarnya kepada Bisnis.

 

 

 

Dia menambahkan berdasar data Komisi Broadband Dunia pada 2012 lalu, kualitas broadband di negara-negara ASEAN cukup menjanjikan. Penetrasi mobile broadbanddi Indonesia juga cukup baik.

 

 

 

Menurut dia, pada 2012 lau Indonesia mengungguli sejumlah negara lain dalam hal penetrasi mobile broadband. Indonesia berada di posisi 41 di atas Vietnam di posisi 53, Malaysia 66 dan Brunei Darussalam di posisi 81. Adapun Singapura masih meduduki posisi puncak penetrasi mobile broadbanddunia dengan capaian 110,9%.

 

“Koneksi fixed memang lebih cepat, namun untuk mempercepat penetrasi broadbandperlu dikembangkan teknologi wireless. Pemerintah juga harus cermat menentukan alokasi karena keterbatasan frekuensi,” kata Heru.

 

Dari data yag dilansir Komisi Broadband Dunia pada 2012 lalu, tercatat sebanyak 589 juta subskripsi fixed broadband di seluruh dunia pada 2011.

 

 

 

Adapun penggunamobile broadband dua kali lebih besar mencapai 1,09 miliar. Menurut Ericsson jumlah itu akan membengkak menjadi 5 miliar subscriber pada 2017 dengan pertumbuhan sekitar 60% year on year.

 

 

 

Menurut Frost and Sullivan subscriber 2G di Indonesia akan turun hanya menjadi 5% pada 2015 dari sebelumnya 16% pada 2012. Sebaliknya, subscriber 3G dan LTE akan melonjak menjadi 45% pada 2015 dari sebelumnya 23% pada 2012.

 

 

 

Adapun menurut penelitian World Bank pada 2009, peningkatan penetrasi broadbandsebesar 10% dapat meningkatkan gross domestic product (GDP) hingga 1,38%. (dot)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...